JAKARTA, KOMPAS.com - Tersangka Masyhuri Hasan membantah tudingan bahwa dirinya sebagai pembuat surat keputusan palsu Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pemilu 2009 di wilayah Sulawesi Selatan I. Erwin Partogi, penasihat hukum Hasan, mengatakan, surat MK bernomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009 dengan substansi penambahan suara untuk Partai Hanuara itu dikonsepkan Zainal Arifin Husein dan diketik Muhammad Fais. Keduanya saat itu menjabat panitera di MK. "Hasan hanya memberi nomor, tanggal, scan tandatangan lalu di faks. Kalau substansi surat sepenuhnya dikonsepkan Zainal dan diketik Fais," kata Erwin di Mabes Polri, Selasa (19/7/2011) sebelum menjeguk Hasan. Jika Anda menemukan diri Anda bingung dengan apa yang Anda sudah membaca hingga saat ini, jangan putus asa. Semuanya harus jelas pada saat Anda selesai.
Dikatakan Erwin, surat yang diketik tanggal 14 Agustus 2009 itu lalu diantar Hasan ke Ketua MK, Mahfud MD, melalui sekretaris. Kemudian, ada permintaan dari Bambang, staf Dewi Yasin Limpo dan Neshawati, anak mantan hakim MK, Arsyad Sanusi agar surat itu segera dikirimkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Tanggal 15 (Agustus), ibu Andi Nurpati juga telepon ke Masyhuri minta surat itu segera dikirim. Kemudian dia sampaikan ke Andi bahwa yang ada baru draf. Dia akan kirim drafnya. Ada nomor surat 112 , nomor 113 , dan nota dinas. Jadi dikirim ke Andi Nurpati tiga surat," ucapnya. Erwin menambahkan, kliennya diminta Neshawati datang ke apartemen Arsyad tanggal 16 Agustus 2009 . "Nesha panggil dengan alasan bapaknya sebagai hakim yang menangani perkara nomor 84 itu dan bapaknya ingin lihat draf milik MK. Pak Arsyad sempat konsepkan surat jawaban. Di apartemen ibu Dewi Yasin lihat draf jawaban yang tidak ada kata penambahan," papar dia. Seperti diberitakan, Masyhuri masih menjadi tersangka tunggal dalam kasus pemalsuan surat MK. Keterangan yang bersangkutan belum banyak terungkap ke publik lantaran dia kini ditahan di Rutan Bareskrim Polri. Panja Mafia Pemilu di DPR juga tak diizinkan Polri untuk meminta keterangan Masyhuri secara terbuka. Panja berencana akan menyambagi rutan untuk meminta keterangan Hasan. Atas rencana itu, Polri mempersilahkan Panja.
Dikatakan Erwin, surat yang diketik tanggal 14 Agustus 2009 itu lalu diantar Hasan ke Ketua MK, Mahfud MD, melalui sekretaris. Kemudian, ada permintaan dari Bambang, staf Dewi Yasin Limpo dan Neshawati, anak mantan hakim MK, Arsyad Sanusi agar surat itu segera dikirimkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Tanggal 15 (Agustus), ibu Andi Nurpati juga telepon ke Masyhuri minta surat itu segera dikirim. Kemudian dia sampaikan ke Andi bahwa yang ada baru draf. Dia akan kirim drafnya. Ada nomor surat 112 , nomor 113 , dan nota dinas. Jadi dikirim ke Andi Nurpati tiga surat," ucapnya. Erwin menambahkan, kliennya diminta Neshawati datang ke apartemen Arsyad tanggal 16 Agustus 2009 . "Nesha panggil dengan alasan bapaknya sebagai hakim yang menangani perkara nomor 84 itu dan bapaknya ingin lihat draf milik MK. Pak Arsyad sempat konsepkan surat jawaban. Di apartemen ibu Dewi Yasin lihat draf jawaban yang tidak ada kata penambahan," papar dia. Seperti diberitakan, Masyhuri masih menjadi tersangka tunggal dalam kasus pemalsuan surat MK. Keterangan yang bersangkutan belum banyak terungkap ke publik lantaran dia kini ditahan di Rutan Bareskrim Polri. Panja Mafia Pemilu di DPR juga tak diizinkan Polri untuk meminta keterangan Masyhuri secara terbuka. Panja berencana akan menyambagi rutan untuk meminta keterangan Hasan. Atas rencana itu, Polri mempersilahkan Panja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar