SEMARANG, KOMPAS.com " Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center menilai proses rehabilitasi terhadap korban perekrutan gerakan NII sering dilakukan dengan cara keliru oleh pihak keluarga. "Keluarga sering tidak memahami bahwa anaknya merupakan korban perekrutan gerakan NII," kata Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan, seusai seminar "Pencegahan Masuknya Ideologi Gerakan NII di Kalangan Mahasiswa" di Semarang, Sabtu (14/5/2011). Menurut dia, banyak keluarga korban NII yang menemui kondisi anaknya tertekan justru membawanya ke dukun atau "orang pintar" untuk dijampi-jampi, dan hasilnya si korban justru tambah tertekan psikologisnya. Ia menjelaskan, indoktrinasi gerakan NII sangat bersifat logis dengan menanamkan ideologi baru yang diyakininya benar, padahal sebenarnya sesat, melalui berbagai ajang diskusi dan perdebatan dengan calon korbannya. "Melalui debat dan diskusi secara intens itu, pelan-pelan calon korban ini diindoktrinasi pemikirannya sesuai paham gerakan NII sampai mereka benar-benar meyakini kebenaran paham yang sebenarnya sesat itu," katanya. Anda dapat melihat bahwa ada nilai praktis dalam mempelajari lebih banyak tentang
. Dapatkah Anda memikirkan cara-cara untuk menerapkan apa yang telah dibahas sejauh ini?
Oleh karena itu, kata dia, tidak mudah untuk mengubah paham baru yang sudah ditanamkan sedemikian kuat itu karena ada kecenderungan, jika ketahuan, mereka akan berpura-pura tobat sesaat untuk mengelabui keluarganya. "Jaringan ini sangat kuat komunikasinya, kalau memang ada anggotanya yang 'terlepas' akan terus ditelusuri untuk memastikan apakah mereka sudah sadar dan menceritakan kepada keluarga atau orang lain," papar Ken. Kalau memang anggotanya positif sudah bertobat dan bercerita pada keluarganya, kata dia, maka jaringan ini akan melepas karena memang tidak ingin mengambil risiko berhadapan dengan aparat atau keluarga si korban. Namun, kata Ken, jika anggotanya yang sudah "terlepas" itu ternyata masih "kuat", maka mereka akan terus mendekatinya dan menyuruhnya pura-pura sadar untuk berganti memengaruhi saudara dan keluarganya yang lain. "Langkah terpenting dalam rehabilitasi korban NII adalah merumahkan dan memutus komunikasinya, jangan beri telepon seluler (ponsel) atau akses keluar. Karena komunikasi adalah 'nyawa' gerakan ini," kata Ken. Kasubdit I/Kamdit Intelkam Kepolisian Daerah Jawa Tengah AKBP Gatut Kurniadin, yang juga menjadi pembicara, menjelaskan, berdasarkan penyelidikan, setidaknya 75-80 persen wilayah di Jawa Tengah terindikasi sudah dimasuki oleh jaringan NII. "Sudah ada 123 orang dari berbagai wilayah di Jateng yang terindikasi jaringan NII dengan usia rata-rata 18-45 tahun, kebanyakan mahasiswa. Beberapa di antaranya diamankan dan dijerat kasus penipuan," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, tidak mudah untuk mengubah paham baru yang sudah ditanamkan sedemikian kuat itu karena ada kecenderungan, jika ketahuan, mereka akan berpura-pura tobat sesaat untuk mengelabui keluarganya. "Jaringan ini sangat kuat komunikasinya, kalau memang ada anggotanya yang 'terlepas' akan terus ditelusuri untuk memastikan apakah mereka sudah sadar dan menceritakan kepada keluarga atau orang lain," papar Ken. Kalau memang anggotanya positif sudah bertobat dan bercerita pada keluarganya, kata dia, maka jaringan ini akan melepas karena memang tidak ingin mengambil risiko berhadapan dengan aparat atau keluarga si korban. Namun, kata Ken, jika anggotanya yang sudah "terlepas" itu ternyata masih "kuat", maka mereka akan terus mendekatinya dan menyuruhnya pura-pura sadar untuk berganti memengaruhi saudara dan keluarganya yang lain. "Langkah terpenting dalam rehabilitasi korban NII adalah merumahkan dan memutus komunikasinya, jangan beri telepon seluler (ponsel) atau akses keluar. Karena komunikasi adalah 'nyawa' gerakan ini," kata Ken. Kasubdit I/Kamdit Intelkam Kepolisian Daerah Jawa Tengah AKBP Gatut Kurniadin, yang juga menjadi pembicara, menjelaskan, berdasarkan penyelidikan, setidaknya 75-80 persen wilayah di Jawa Tengah terindikasi sudah dimasuki oleh jaringan NII. "Sudah ada 123 orang dari berbagai wilayah di Jateng yang terindikasi jaringan NII dengan usia rata-rata 18-45 tahun, kebanyakan mahasiswa. Beberapa di antaranya diamankan dan dijerat kasus penipuan," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar