BANGKALAN, KOMPAS.com " Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, menolak rancangan undang-undang (RUU) intelijen yang sedang dibahas di DPR. RUU itu dinilai mengandung pasal-pasal yang bisa melahirkan kembali rezim represif, seperti pada masa Orde Baru. Juru bicara HTI Bangkalan, Muhajir, menuturkan, Pasal 31 dalam RUU intelijen menyebutkan, Intelijen memiliki wewenang melakukan intersepsi (penyadapan) pada komunikasi atau dokumen elektronik. "Ini sangat membahayakan dan kebebasan individu seseorang bisa dilangkahi," katanya, Kamis (5/5/2011). Sejauh ini, kami telah menemukan beberapa fakta menarik tentang
. Anda mungkin memutuskan bahwa informasi berikut ini bahkan lebih menarik.
Muhajir menjelaskan, pemberian wewenang penyadapan tanpa persetujuan pengadilan sangat rawan disalahgunakan oleh intelijen. Apalagi, penyadapan tersebut bersifat subyektif dan tergantung daru selera tiap-tiap intel tersebut. "Kami nilai RUU Intelijen tersebut berisi pasal karet yang tidak jelas arah dan tujuannya. Ada kalimat yang tidak didefinisikan secara jelas, seperti 'ancaman nasional' dan 'keamanan nasional' serta 'musuh dalam negeri', siapa dan apa kriterianya tidak dijelaskan," ungkapnya. Masih menurut Muhajir, rumusan yang tidak jelas dan cenderung multitafsir itu dipastikan akan disalahgunakan. Bahkan, sikap kritis atas kebijakan pemerintah akan dibungkam, dengan dalih mengancam keamanan nasional, stabilitas, dan dianggap musuh dalam negeri. "Jika RUU tersebut nanti disahkan, rakyat akan berada dalam posisi yang sulit. Rakyat merasa tidak nyaman karena selalu diintai oleh intel," kata Muhajir.
Muhajir menjelaskan, pemberian wewenang penyadapan tanpa persetujuan pengadilan sangat rawan disalahgunakan oleh intelijen. Apalagi, penyadapan tersebut bersifat subyektif dan tergantung daru selera tiap-tiap intel tersebut. "Kami nilai RUU Intelijen tersebut berisi pasal karet yang tidak jelas arah dan tujuannya. Ada kalimat yang tidak didefinisikan secara jelas, seperti 'ancaman nasional' dan 'keamanan nasional' serta 'musuh dalam negeri', siapa dan apa kriterianya tidak dijelaskan," ungkapnya. Masih menurut Muhajir, rumusan yang tidak jelas dan cenderung multitafsir itu dipastikan akan disalahgunakan. Bahkan, sikap kritis atas kebijakan pemerintah akan dibungkam, dengan dalih mengancam keamanan nasional, stabilitas, dan dianggap musuh dalam negeri. "Jika RUU tersebut nanti disahkan, rakyat akan berada dalam posisi yang sulit. Rakyat merasa tidak nyaman karena selalu diintai oleh intel," kata Muhajir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar