JAKARTA, KOMPAS.com- Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (3/8/2011) menahan mantan Kepala Dinas Kehutanan Riau, Syuhada Tasman, tersangka kasus dugaan korupsi penilaian dan pengesahan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (UPHHKHT) di Kabupaten Pelalawan Riau. Syuhada dibawa dengan mobil tahanan ke rumah tahanan Polda Metro Jaya dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi seusai menjalani pemeriksaan. Setelah Anda mulai bergerak melampaui informasi latar belakang dasar, Anda mulai menyadari bahwa ada lebih banyak
dari Anda mungkin memiliki pikiran pertama.
"Tersangka ST (Syuhada Tasman) kita tahan untuk 20 hari ke depan demi kepentingan penyidikan," ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi di gedung KPK Jakarta, Rabu. Adapun Syuhada diduga bersama-sama dengan terpidana Tengku Azmuin Jafar melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan penilaian dan pengesahan rencana kerja tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Tanaman (UPHHHT) 2001-2006 di Kabupaten Palalawan, Riau.Syuhada diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenangnya dengan menerbitkan Izin UPHHKHT di Pelalawan kepada sejumlah perusahaan. Penerbitan izin tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Izin itu digunakan sejumlah perusahaan sebagai dasar untuk menebang pohon yang berasal dari tegakan hutan alam. Akibatnya, negara merugi hingga Rp 123 miliar.
"Tersangka ST (Syuhada Tasman) kita tahan untuk 20 hari ke depan demi kepentingan penyidikan," ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi di gedung KPK Jakarta, Rabu. Adapun Syuhada diduga bersama-sama dengan terpidana Tengku Azmuin Jafar melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan penilaian dan pengesahan rencana kerja tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Tanaman (UPHHHT) 2001-2006 di Kabupaten Palalawan, Riau.Syuhada diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenangnya dengan menerbitkan Izin UPHHKHT di Pelalawan kepada sejumlah perusahaan. Penerbitan izin tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Izin itu digunakan sejumlah perusahaan sebagai dasar untuk menebang pohon yang berasal dari tegakan hutan alam. Akibatnya, negara merugi hingga Rp 123 miliar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar