JAKARTA, KOMPAS.com- Wakil Ketua Komisi III DPR asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fachri Hamzah menilai, lebih baik jika seluruh fungsi penuntutan terkait perkara korupsi diberikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tujuannya, agar tidak ada lagi tersangka pelaku tindak pidana korupsi yang dituntut oleh Kejaksaan Agung. "Polisi boleh penyidikan tapi serahkan semua penuntutan ke KPK, itu cakep tuh," ujarnya di gedung DPR, Jakarta, Rabu (23/3/2011). Hal tersebut disampaikan Fachri menanggapi rencana revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Rencana revisi undang-undang tersebut disinyalir berbagai pihak sebagai upaya DPR melemahkan KPK dengan berencana memangkas kewenangan penuntutan KPK. Apakah semuanya masuk akal sejauh ini? Jika tidak, aku yakin bahwa hanya dengan membaca sedikit lebih, semua fakta akan jatuh ke tempatnya.
Menurut Fachri, terdapat dua opsi yang mungkin diambil dalam revisi UU KPK. Pertama, menghapuskan fungsi penuntutan KPK dan menyerahkan segala jenis fungsi penuntutan kepada Kejaksaan Agung. "Kalau di Hongkong dan di negara lain, KPK hanya penyidikan, penuntutan masuk ke Kejaksaan Agung," ujar Fachri. Opsi Kedua, memberikan sepenuhnya kepada KPK dalam hal menyidik dan menuntut perkara korupsi. "Atau polisi boleh penyidikan kemudian serahkan ke KPK (untuk penuntutan)," ungkapnya. Secara pribadi Fachri cenderung memilih opsi kedua. Alasannya, agar tidak ada dilema dalam menindak pelaku kejahatan korupsi. "Supaya isu korupsi di satu lembaga penegaknn hukum, tidak ditegakkan lembaga penegakan hukum itu sendiri. Kalau begitu, semua (kasus) akan diselesaikan scara internal (lembaga)," tandasnya. Hingga kini draft revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 masih dalam pembahasan di Badan Legislasi KPK. Draft tersebut belum diagendakan dalam pembahasan di Komisi III. Menurut Fachri, rencananya pembahasan revisi UU KPK di Komisi III tersebut akan dipimpin langsung Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman.
Menurut Fachri, terdapat dua opsi yang mungkin diambil dalam revisi UU KPK. Pertama, menghapuskan fungsi penuntutan KPK dan menyerahkan segala jenis fungsi penuntutan kepada Kejaksaan Agung. "Kalau di Hongkong dan di negara lain, KPK hanya penyidikan, penuntutan masuk ke Kejaksaan Agung," ujar Fachri. Opsi Kedua, memberikan sepenuhnya kepada KPK dalam hal menyidik dan menuntut perkara korupsi. "Atau polisi boleh penyidikan kemudian serahkan ke KPK (untuk penuntutan)," ungkapnya. Secara pribadi Fachri cenderung memilih opsi kedua. Alasannya, agar tidak ada dilema dalam menindak pelaku kejahatan korupsi. "Supaya isu korupsi di satu lembaga penegaknn hukum, tidak ditegakkan lembaga penegakan hukum itu sendiri. Kalau begitu, semua (kasus) akan diselesaikan scara internal (lembaga)," tandasnya. Hingga kini draft revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 masih dalam pembahasan di Badan Legislasi KPK. Draft tersebut belum diagendakan dalam pembahasan di Komisi III. Menurut Fachri, rencananya pembahasan revisi UU KPK di Komisi III tersebut akan dipimpin langsung Ketua Komisi III DPR, Benny K Harman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar